Kamis, 02 Maret 2017

ASAL – USUL DESA GODO KECAMATAN WINONG KABUPATEN PATI



ASAL – USUL DESA GODO KECAMATAN WINONG KABUPATEN PATI 

Pada abad ke XII terdapat pemerintahan Kadipaten Paranggarudo yang sekarang menjadi Desa Godo Kecamatan Winong. Di desa godo sendiri terdapat peninggalan kuno berupa yoni (umpak) serta batu-batu dalam ukuran besar (batu bata kuno). Disamping itu terdapat bekas peninggalan yang dikeramatkan berupa petilasan dan tiga pohon besar, pada tempat tersebut terdapat pasar desa. Desa godo dilintasi oleh sebuah sungai tambar godo yang bermata air di bukit kendeng utara, sebelah selatan desa Godo mengalir ke utara bergabung dengan sungai –sungai ke arah juwana dan akhirnya ke laut jawa.
Pada abad ke XII Kadipaten Paranggarudo tidak jauh dari aliran selat muria yang kemudian menjadi silugangga. Bumi paranggarudo terkenal sebagai daerah gemah ripah, “ GEMAH”(banyak orang yang melakukan perdagangan), “RIPAH”(banyak orang dari luar daerah yang berdatangan kesana). Dan juga terkenal sebagai daerah yang “karta tur raharja”, karta yang berarti kawula hidup tentram dan rahardja yang berarti tidak ada yang mengusik. Dan juga disebut dengan daerah loh jinawi, sebab loh jinawi itu memiliki arti apa yang ditanam pasti tumbuh dengan subur, dan apa yang dibeli musti murah, sebab semuanya tersedia. “Loh” berarti tukul kang sarwo tinandur. Meskipun didaerah tersebut belum mempunyai saluran yang teratur, karena pada waktu itu masih merupakan daerah/persawahan tadah hujan.
Dahulu Kadipaten Paranggarudo  diperintah oleh seorang adipati yang bernama
Yudhapati.  Adipati Yudhapati mempunyai makna  Yudha (perang). Dalam perjalanan pemerintahannya dibantu oleh seorang patih bernama singopati yang bertempat di desa kropak kecaatan winong. Sedangkan sebagai tamtama bernama yuyurumpung. Yuyurumpung ini mempunyai kepercayaan bernama sondong majeruk didesa majeruk di Kabupaten Rembang sekarang. Para bekel atau demang-demang yang menjadi penguasanya adalah Demang Gendala, Demang Semut, Demang Gunung Panti, Demang Tlagamanja dan Demang Jembangan.
Adipati Yudhapati mempunyai anak laki-laki yang bernama Raden Bagus Menak Jasari  yang kemudian hari diharapkan akan mengganti tahta memegang adipati  di paranggaruda. Karena Raden Bagus Menak Jasari sebagai anak tunggal maka segala perminttaan selalu dikalbulkan, tetapi sayang Raden Bagus Jasari ini mempunyai potongan tubuh cacat yaitu pendek leher, tangan terlalu panjang, kaki pengkor, jarii-jari tidak normal dan seluruh tubuhnya banyak burik. Pada waktu itu menginjak dewasa Raden Jasari akan dijodohkan dengan putri dari carangsoko yang bernama Dewi Rayung Wulan. Maka Raden Yudhapati utusan patih mengutus patih singapati untuk melamarnya. Dewi Ruyung Wulan bersedia untuk dinikahi dengan Raden Rajasari akan tetapi pada hari pernikahannya minta diarak kesenian wayang kulit dengan dalang Sapanyana dan peralatan wayang kulit, konon gamelan tersebut dapat datang sendiri dan berbunti sendiri.
Pada waktu Singapati melapor kepada Adipati Yudhapati perihal permintaan Dewi Rayung Wulan, pada saat itu ada yuyurumpung dan ia mendengar permintaan tersebut dan ia menyanggupi untuk menyiapkannya. Singkat cerita apa yang diminta Dewi Rayung Wulan telah terpenuhi, namun ketik hari pernikahannya dengan Raden Rajasari, Dewi Rayung Wulan kabur dengan dalang Sampayana dan terjadi keributan dalam acara pernikahannya tersebut.[1]
Dan pada saat itu terjadilah perang antar 2 kadipaten. Kadipaten paranggarudo terkalahkan dan menyerahkan kekuasaannya. Begitulah asal usul desa godo yang asal mulanya paranggarudo . kata godo diambil dari kata grudo dan lama-kelamaan disebut mnjadi godo.
Oleh : Indah Tika Agnesia


[1] Wawancara dengan bapak suwondo pada tanggal  29 mei 2016 jam 03.00.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar