ASAL – USUL
DESA GODO KECAMATAN WINONG KABUPATEN PATI
Pada
abad ke XII terdapat pemerintahan Kadipaten Paranggarudo yang sekarang menjadi
Desa Godo Kecamatan Winong. Di desa godo sendiri terdapat peninggalan kuno
berupa yoni (umpak) serta batu-batu dalam ukuran besar (batu bata kuno).
Disamping itu terdapat bekas peninggalan yang dikeramatkan berupa petilasan dan
tiga pohon besar, pada tempat tersebut terdapat pasar desa. Desa godo dilintasi
oleh sebuah sungai tambar godo yang bermata air di bukit kendeng utara, sebelah
selatan desa Godo mengalir ke utara bergabung dengan sungai –sungai ke arah
juwana dan akhirnya ke laut jawa.
Pada
abad ke XII Kadipaten Paranggarudo tidak jauh dari aliran selat muria yang
kemudian menjadi silugangga. Bumi paranggarudo terkenal sebagai daerah gemah
ripah, “ GEMAH”(banyak orang yang melakukan perdagangan), “RIPAH”(banyak orang
dari luar daerah yang berdatangan kesana). Dan juga terkenal sebagai daerah
yang “karta tur raharja”, karta yang berarti kawula hidup tentram dan rahardja
yang berarti tidak ada yang mengusik. Dan juga disebut dengan daerah loh
jinawi, sebab loh jinawi itu memiliki arti apa yang ditanam pasti tumbuh dengan
subur, dan apa yang dibeli musti murah, sebab semuanya tersedia. “Loh” berarti
tukul kang sarwo tinandur. Meskipun didaerah tersebut belum mempunyai saluran
yang teratur, karena pada waktu itu masih merupakan daerah/persawahan tadah
hujan.
Dahulu
Kadipaten Paranggarudo diperintah oleh
seorang adipati yang bernama
Yudhapati.
Adipati Yudhapati mempunyai makna
Yudha (perang). Dalam perjalanan pemerintahannya dibantu oleh seorang
patih bernama singopati yang bertempat di desa kropak kecaatan winong.
Sedangkan sebagai tamtama bernama yuyurumpung. Yuyurumpung ini mempunyai
kepercayaan bernama sondong majeruk didesa majeruk di Kabupaten Rembang
sekarang. Para bekel atau demang-demang yang menjadi
penguasanya adalah Demang Gendala, Demang Semut, Demang Gunung Panti, Demang
Tlagamanja dan Demang Jembangan.
Adipati Yudhapati mempunyai anak laki-laki yang bernama Raden Bagus Menak
Jasari yang kemudian hari diharapkan
akan mengganti tahta memegang adipati di
paranggaruda. Karena Raden Bagus Menak Jasari sebagai anak tunggal maka segala
perminttaan selalu dikalbulkan, tetapi sayang Raden Bagus Jasari ini mempunyai
potongan tubuh cacat yaitu pendek leher, tangan terlalu panjang, kaki pengkor,
jarii-jari tidak normal dan seluruh tubuhnya banyak burik. Pada waktu itu
menginjak dewasa Raden Jasari akan dijodohkan dengan putri dari carangsoko yang
bernama Dewi Rayung Wulan. Maka Raden Yudhapati utusan patih mengutus patih
singapati untuk melamarnya. Dewi Ruyung Wulan bersedia untuk dinikahi dengan
Raden Rajasari akan tetapi pada hari pernikahannya minta diarak kesenian wayang
kulit dengan dalang Sapanyana dan peralatan wayang kulit, konon gamelan
tersebut dapat datang sendiri dan berbunti sendiri.
Pada waktu Singapati melapor kepada Adipati Yudhapati perihal permintaan
Dewi Rayung Wulan, pada saat itu ada yuyurumpung dan ia mendengar permintaan
tersebut dan ia menyanggupi untuk menyiapkannya. Singkat cerita apa yang
diminta Dewi Rayung Wulan telah terpenuhi, namun ketik hari pernikahannya
dengan Raden Rajasari, Dewi Rayung Wulan kabur dengan dalang Sampayana dan
terjadi keributan dalam acara pernikahannya tersebut.[1]
Dan
pada saat itu terjadilah perang antar 2 kadipaten. Kadipaten paranggarudo
terkalahkan dan menyerahkan kekuasaannya. Begitulah asal usul desa godo yang
asal mulanya paranggarudo . kata godo diambil dari kata grudo dan lama-kelamaan
disebut mnjadi godo.
Oleh : Indah Tika Agnesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar