Rabu, 22 Februari 2017

MBAH GILANG DAN SEJARAH DESA BAE



MBAH GILANG DAN SEJARAH DESA BAE
Oleh: Aulia Mustafidah

Desa bae merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Bae kabupaten Kudus. Terletak di jalur utama arah Sunan Muria. Mempunyai 5 dukuh yaitu:
1.      Dukuh Pondok
2.      Dukuh Bendo
3.      Dukuh Krajan
4.      Dukuh Karangsambung
5.      Dukuh Karangdowo
Sejarah munculnya nama desa Bae tidak lepas dari kisah Mbah Gilang, yang  namanya sangat terkenal di masyarakat Bae. Nama Mbah Gilang juga sering disebut ketika pembacaan hadroh pada acara tahlil di masyarakat. Selain itu nama Mbah Gilang juga digunakan untuk menyebut masjid Nurul Mubin yang terletak di dukuh Pondok.
Mbah Gilang merupaka nama sebutan, nama aslinya adalah Mbah Jalmo Supat. Pada masanya, beliau menyebarkan agama islam dan membangun sebuah masjid di atas sungai yang sangat jernih. Karena air jernih pada saat itu gilang-gumilang maka penduduk setempat menjuluki Mbah Jalmo Supat dan masjid yang didirikannya dengan sebutan “gilang”.
Makam Mbah Jalmo tidak diketahui dengan pasti tempatnya, namun
pendapat yang diyakini dan berkembang sampai saat ini, makam mbah Jalmo tepat di tempat yang sekarang menjadi pengimaman masjid Nurul Mubin/masjid Gilang.
Mbah Gilang mempunyai khodam (pembantu) yang berasal dari alam gaib berupa macan putih. Konon, setiap kali macan putih itu datang maka suara aumannya seolah-olah terdengar “mbaaaeeee…..”, maka dinamakanlah desa ini dengan desa bae.
Sepeninggal Mbah Gilang, maka hilanglah suara macan putih khodam Mbah Gilang. Namun sekarang yang masih tersisa, yang disinyalir merupakan petilasan dari macan putih khodam terletak di kebun bamboo milik Bpk. Munajat. Lokasi kebun bamboo tersebut terletak di sebelah barat sungai (kali gelis), untuk mencapainya harus turun dan menyeberangi sungai dan melewati kebun bamboo yang lebat. Di dalam kebun tersebut terdapat satu lokasi yang bersih dari daun-daun kering, padahal disekelilingnya penuh dengan daun-daun bamboo yang berguguran. Menurut narasumber di situlah sekarang macan putih tersebut tinggal.
Macan putih tersebut tidak akan meninggalkan petilasannya selama belum ada orang yang sederajat dengan Mbah Gilang. Setiap satu tahun sekali tepatnya pada bulan Dzulqo’dah, selalu diadakan selamatan yang dikhususkan untuk macan  putih khodamnya Mbah Gilang. Ritualnya adalah menyembelih satu kambing yaitu kambing kendhit (kambing yang memiliki bulu putih di bagian perutnya, sekilas seperti memakai kendhit). Dulu, sebelum diberikan kepada yang punya tanah (tempat macan putih tersebut bersemayam), kepala kambing, kaki, hati dan juga ekor di letakkan dahulu di petilasan macan putih. Namun sekarang, setelah islam berkembang dengan pesat di desa Bae ritual yang menginapkan bagian tubuh kambing di petilasan macan putih dihilangkan. Sehingga kepala kambing, kaki, hati dan juga ekor langsung diberikan kepada orang yang punya tanah.
Kembali ke sejarah desa Bae, yang nama Bae diambil dari suara macan putih Mbah Gilang. Desa Bae sendiri terdiri dari 5 dukuh, yaitu:
  1. Dukuh pondok
Mengapa menggunakan nama Pondok ? karena di daerah dukuh pondok memang terdapat pondok pesantren. Namun bukan pondok pesantrennya manusia, melainkan pondok pesantrennya bangsa jin, letak pondok pesantren tersebut lebih tepatnya adalah di tanah yang dibangun rumah oleh Mbah Abu Hasan pada masa itu. Pondok itu masih ada sampai sekarang dan bisa dilihat oleh orang-orang yang memiliki kemampuan khusus melihat alam ghaib. Oleh karena itu dukuh ini dinamakan dukuh Pondok.
  1. Dukuh Bendo
Berbeda dengan dukuh Pondok, nama Bendo diambil dari sebuah pohon yang sangat besar yang disebut pohon Bendo. Pada masa itu tidak ada pohon yang sebesar itu. Bisa dikatakan pohon tersebut merupakan pohon terbesar. Maka dari itu tempat tumbuhnya pohon itu dan daerah sekitarnya dinamakan dukuh Bendo. Namun sekarang pohon itu sudah tumbang karena termakan usia yang sudah sangat tua.
  1. Dukuh Krajan
Dukuh Krajan dulunya adalah tempatnya para priyayi. Orang-orang kaya dan juga markas orang Belanda yang menjajah desa Bae berada di sana. Karena yang tinggal di sana orang-orang yang dianggap berderajat tinggi maka disebut sebagai kerajaan, dan seiring berkembangnya zaman kata kerajaan berubah menjadi Krajan.
  1. Dukuh Karangsambung
Dukuh ini terpisah oleh sungai (Kali Gelis), oleh penjajah dulu dibangun jembatan (sekarang jembatan arah Karangsambung) untuk menyambungkan penduduk yang ada di sana dengan penduduk Bae. Karena penduduk yang masih sedikit maka daerah itu dijadikan salah satu dukuh di Bae. Nama Karangsambung diambil dari jembatan yang menyambungkan antara dukuh di sebelah timur sungai dengan barat sungai.
  1. Dukuh Karangdowo
Penduduk pada zaman dahulu selalu membuat rumah di pinggir jalan. Karena letak dukuh karangdowo berada di jalur utama sunan muria. Maka bentuk pemukiman penduduk adalah memanjang mengikuti jalan raya. Orang jawa menyebutnya dengan “Dowo”, maka disebutlah karangdowo.
Dukuh yang terletak paling timur adalah dukuh karangdowo, berbatasan denga dukuh bendo disebelah barat dan dukuh krajan di sebelah selatan. Sedangkan dukuh bendo berbatasan dengan dukuh pondok di sebelah barat dan dukuh krajan di sebelah selatan. Dan dukuh krajan berbatasan dengan dukuh karangsambung di sebelah barat.

BIODATA NARASUMBER






Nama                                       : Ridlwan, S.Pd.I
Tempat Tanggal Lahir             : Kudus, 15 Mei 1968
Alamat                                    : Desa Bendo Kec. Bae Kab. Kudus
Jabatan                                                : 1. Perangkat Desa (Modin)
  2. Guru MI & MTs Khoiriyyah
  3. Pengurus Madrasah Khoiriyyah
  4. Sekretaris NU Ranting Bae

Tidak ada komentar:

Posting Komentar