MBAH GILANG DAN SEJARAH
DESA BAE
Oleh: Aulia Mustafidah
Desa bae merupakan
salah satu desa yang ada di kecamatan Bae kabupaten Kudus. Terletak di jalur
utama arah Sunan Muria. Mempunyai 5 dukuh yaitu:
1. Dukuh Pondok
2. Dukuh Bendo
3. Dukuh Krajan
4. Dukuh Karangsambung
5. Dukuh Karangdowo
Sejarah munculnya
nama desa Bae tidak lepas dari kisah Mbah Gilang, yang namanya sangat terkenal di masyarakat Bae.
Nama Mbah Gilang juga sering disebut ketika pembacaan hadroh pada acara tahlil
di masyarakat. Selain itu nama Mbah Gilang juga digunakan untuk menyebut masjid
Nurul Mubin yang terletak di dukuh Pondok.
Mbah Gilang
merupaka nama sebutan, nama aslinya adalah Mbah Jalmo Supat. Pada masanya,
beliau menyebarkan agama islam dan membangun sebuah masjid di atas sungai yang
sangat jernih. Karena air jernih pada saat itu gilang-gumilang maka penduduk
setempat menjuluki Mbah Jalmo Supat dan masjid yang didirikannya dengan sebutan
“gilang”.
Makam Mbah Jalmo
tidak diketahui dengan pasti tempatnya, namun
pendapat yang diyakini dan
berkembang sampai saat ini, makam mbah Jalmo tepat di tempat yang sekarang
menjadi pengimaman masjid Nurul Mubin/masjid Gilang.
Mbah Gilang
mempunyai khodam (pembantu) yang berasal dari alam gaib berupa macan putih.
Konon, setiap kali macan putih itu datang maka suara aumannya seolah-olah
terdengar “mbaaaeeee…..”, maka dinamakanlah desa ini dengan desa bae.
Sepeninggal Mbah
Gilang, maka hilanglah suara macan putih khodam Mbah Gilang. Namun sekarang
yang masih tersisa, yang disinyalir merupakan petilasan dari macan putih khodam
terletak di kebun bamboo milik Bpk. Munajat. Lokasi kebun bamboo tersebut
terletak di sebelah barat sungai (kali gelis), untuk mencapainya harus turun
dan menyeberangi sungai dan melewati kebun bamboo yang lebat. Di dalam kebun
tersebut terdapat satu lokasi yang bersih dari daun-daun kering, padahal
disekelilingnya penuh dengan daun-daun bamboo yang berguguran. Menurut
narasumber di situlah sekarang macan putih tersebut tinggal.
Macan putih
tersebut tidak akan meninggalkan petilasannya selama belum ada orang yang
sederajat dengan Mbah Gilang. Setiap satu tahun sekali tepatnya pada bulan
Dzulqo’dah, selalu diadakan selamatan yang dikhususkan untuk macan putih khodamnya Mbah Gilang. Ritualnya adalah
menyembelih satu kambing yaitu kambing kendhit (kambing yang memiliki bulu
putih di bagian perutnya, sekilas seperti memakai kendhit). Dulu, sebelum
diberikan kepada yang punya tanah (tempat macan putih tersebut bersemayam),
kepala kambing, kaki, hati dan juga ekor di letakkan dahulu di petilasan macan
putih. Namun sekarang, setelah islam berkembang dengan pesat di desa Bae ritual
yang menginapkan bagian tubuh kambing di petilasan macan putih dihilangkan.
Sehingga kepala kambing, kaki, hati dan juga ekor langsung diberikan kepada
orang yang punya tanah.
Kembali ke sejarah
desa Bae, yang nama Bae diambil dari suara macan putih Mbah Gilang. Desa Bae
sendiri terdiri dari 5 dukuh, yaitu:
- Dukuh pondok
Mengapa menggunakan nama Pondok ? karena
di daerah dukuh pondok memang terdapat pondok pesantren. Namun bukan pondok
pesantrennya manusia, melainkan pondok pesantrennya bangsa jin, letak pondok
pesantren tersebut lebih tepatnya adalah di tanah yang dibangun rumah oleh Mbah
Abu Hasan pada masa itu. Pondok itu masih ada sampai sekarang dan bisa dilihat
oleh orang-orang yang memiliki kemampuan khusus melihat alam ghaib. Oleh karena
itu dukuh ini dinamakan dukuh Pondok.
- Dukuh Bendo
Berbeda dengan dukuh Pondok, nama Bendo
diambil dari sebuah pohon yang sangat besar yang disebut pohon Bendo. Pada masa
itu tidak ada pohon yang sebesar itu. Bisa dikatakan pohon tersebut merupakan
pohon terbesar. Maka dari itu tempat tumbuhnya pohon itu dan daerah sekitarnya
dinamakan dukuh Bendo. Namun sekarang pohon itu sudah tumbang karena termakan
usia yang sudah sangat tua.
- Dukuh Krajan
Dukuh Krajan dulunya adalah tempatnya para
priyayi. Orang-orang kaya dan juga markas orang Belanda yang menjajah desa Bae
berada di sana. Karena yang tinggal di sana orang-orang yang dianggap
berderajat tinggi maka disebut sebagai kerajaan, dan seiring berkembangnya
zaman kata kerajaan berubah menjadi Krajan.
- Dukuh Karangsambung
Dukuh ini terpisah oleh sungai (Kali
Gelis), oleh penjajah dulu dibangun jembatan (sekarang jembatan arah
Karangsambung) untuk menyambungkan penduduk yang ada di sana dengan penduduk
Bae. Karena penduduk yang masih sedikit maka daerah itu dijadikan salah satu
dukuh di Bae. Nama Karangsambung diambil dari jembatan yang menyambungkan
antara dukuh di sebelah timur sungai dengan barat sungai.
- Dukuh Karangdowo
Penduduk pada zaman dahulu selalu membuat
rumah di pinggir jalan. Karena letak dukuh karangdowo berada di jalur utama
sunan muria. Maka bentuk pemukiman penduduk adalah memanjang mengikuti jalan
raya. Orang jawa menyebutnya dengan “Dowo”, maka disebutlah karangdowo.
Dukuh yang
terletak paling timur adalah dukuh karangdowo, berbatasan denga dukuh bendo
disebelah barat dan dukuh krajan di sebelah selatan. Sedangkan dukuh bendo
berbatasan dengan dukuh pondok di sebelah barat dan dukuh krajan di sebelah
selatan. Dan dukuh krajan berbatasan dengan dukuh karangsambung di sebelah
barat.
BIODATA
NARASUMBER
Nama :
Ridlwan, S.Pd.I
Tempat
Tanggal Lahir : Kudus, 15 Mei
1968
Alamat : Desa Bendo
Kec. Bae Kab. Kudus
Jabatan :
1. Perangkat Desa (Modin)
2. Guru MI & MTs Khoiriyyah
3. Pengurus
Madrasah Khoiriyyah
4. Sekretaris
NU Ranting Bae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar